Friday, March 15, 2013

Menulislah dengan Hati; Bukan Karena Pengen Materi

Fufufu.. udah 3 hari enggak nge-blog.. Ternyata si Galuh jadi kangen.


Ibarat peribahasa; buanglah sampah pada tempatnya.


Lho, hubungannya apa tuh Galuh; nge-blog sama sampah?


Hohoho.. makanya baca postingan si Galuh, ya.
Biar ngerti apa korelasi antara blog dan sampah.
(backsound: apa artinya korelasi???)

Sebenarnya, aku enggak niat nulis tentang 'materi' ini -sambil nunjuk judul postingan-. To be honest, sekarang aku lagi nulis postingan yang mau diikutkan lomba blog. Halah.. liat aja banner di samping kanan. Udah kupajang gede-gede ---> tunjuk banner hijau, persegi panjang, kalau masih tanya, walah super duper kebangetan :p

Tapi, ternyata nulisnya bikin capek tangan buat ngetik dan bikin otak capek buat mikir. Nah, makanya, aku mau curcol saja.
Ayo curhat dulu, cyinnn.. Rempong banget deh, eike.

Udah berapa lama aku nge-blog? Hmmm.. kalo lihat dari tahun pertama kali buat blog ini sih tahun 2011. Tapi, lamaaaaaaa banget enggak diisi. Kemudian aku pindah ke Wordpress. Selanjutnya, baru bulan Februari kemarin pindah lagi ke blogspot. Jadi, kalo ditanya gitu, aku bakal jawab baru sebulan aja. Dua tahun ke belakang itu cuma main-main. (Perjalanan lengkapku sebagai blogger bisa dibaca di sini, ya)

Tapi, walaupun  baru sebulan aku berusaha menjadi blogger yang sebenar-benarnya blogger *artinya harus rajin posting, aku udah suka nulis dari dulu. Dari kapan? Ya, dari bisa nulis alias waktu rambut masih jarang-jarang, gigi masih tonggos (bukannya sekarang, masih?), rambut masih poni atau kita istilahkan saja dengan zaman TK. Walaupun nulis A B C D aja, itu juga disebut nulis, kan?

Terus, karena lihat Nisa (kakakku) yang suka nulis diary, akhirnya aku juga ikut-ikutan. Dulu tuh beli diary yang ada gemboknya gitu plus gambar barbie-barbie. Yelah.. jangan heran. Eike kan cewek, cyinntt.. Padahal, bukannya ditulis tuh diary, malah lebih sering dipake minta biodata ceman-ceman sekelas. *masa yang membahagiakan 
Terus, pertanyaan tadi gimana Galuh?
Apa hubungannya blog sama sampah?   


Eitt.. sabar dulu ya, cyin. Keep reading! Okee??!


Nulis diary masih berlaku sampai masuk pesantren. Ya biasa. Kadang ada hal yang enggak bisa diceritakan ke orang lain, jadi sebagai pelampiasannya harus ditulis. *buat aku pribadi sih Kalo dibuka-buka tuh diary jadul, isinya curhatan cinta monyet semua, surat-suratan, terus pengalaman aneh lainnya yang tidak pantas diumbar di dunia nyata.

Sampai situ, aku cuma nulis sebagai pelampiasan aja. Yah, sekadar nulis-nulis hal ringan. Karena jujur, aku tidak terlalu suka nulis hal-hal yang berat macam Pak Haji bikin teks pidato hari Jumat.

Lalu, kenapa si Galuh tertarik buat nge-blog.
Lama-lama, jadi penasaran nih.

Aku mulai nge-blog tahun 2011 karena keisengan saja sebenarnya. Curhat-curhat kecil, dan makanya, selama dua tahun, blog ini tidak diurus *oh, maafkan aku, Bloggie

Tapi, walaupun aku enggak aktif nge-blog, aku mulai belajar nulis serius. Seperti di Kompasiana (ini link-nya), atau juga nulis opini di koran (walaupun sampai sekarang belum ada yang masuk), atau cuma nulis suara mahasiswa di koran daerah. 

Berkat menulis juga, aku dapat banyak pengalaman dan juga rezeki. Contohnya; terpilih jadi peserta Just Write di Jogja padahal yang daftar bejibun, sudah punya empat buku antologi, pernah juga jadi winner LKTI di kampus.

Ternyata, menulis itu bermanfaat sekali ya, Galuh.
Eike jadi pengen ikutan nulis, ah.

Salah satu hal yang paling adorable banget tentang tulis-menulis ini adalah jika tulisan kita dibaca orang dan ternyata, habis baca tulisan kita, orang tersebut manggut-manggut tanda tertarik.

Aku mau share tentang adorable thing ini. Jadi, kemarin-kemarin, aku sempat ketemu dosen fakultasku karena ada perlu. FYI, beliau punya sedikit sangkut paut dengan demonstrasi di kampusku kemarin. Dan, ternyata pas aku bilang namaku, beliau langsung respek dan bilang kalau baca tulisanku tentang demo kemarin. Yeah, aku memang sempat menulis di blog tentang kejadian demo kemarin (link-nya di sini) dan karena pengunjung blogku masih sedikit, jadi tulisannya ku copas ke Kompasiana (ini linknya juga :D) biar bisa dibaca banyak orang. Dan beliau baca di Kompasiana. Enggak nyangka aja, beliau sempat baca tulisan curcolku itu. I am so proud!!
Rasanya pasti cetar membahana ulala ya, Galuh.

Karena itulah, postingan kali ini kukasih judul yang sangat bijak sekali. *tepuktangan Menulis itu harus diawali dengan niat dari hati. Ya pasti, kalo enggak niat mana mungkin bisa nulis. Contohnya aja, nulis makalah. Kalo enggak niat, yah enggak jadi-jadi yang akibatnya membebankan teman seper-kelompok-an. *hayoo, siapa tuh

Terus, nulis juga jangan semata-mata pengen materi aja. Misalnya, nulis di koran biar dapat honor. Atau ikutan lomba blog sana-sini biar dapat gadget atau hadiah keren lainnya. IMO, boleh kita mengharapkan sesuatu, tapi jangan dijadikan sebagai dasar utama dari menulis.

Oh, ya, Galuh. Pertanyaan dari awal, nih.
Hubungannya blog sama sampah, apa coba?

Hmmm.. kenapa tadi aku bilang kalo aku lama enggak nulis di blog, terus kangen, terus ada peribahasa buang sampah? Sederhana aja, sih sebenarnya. Aku mulai belajar bahwa blog adalah tempat mencurahkan *ceileehh segala aspirasiku, menjadi memori kenangan buat kejadian-kejadian aneh, dan aku sangat bersyukur kalo ternyata ada yang baca postingan blog-ku dan itu bermanfaat buat dia.

Ya, segala aspirasi itu ibarat sampah buatku. Kadang ya, kita itu terlalu banyak ide. Ide-ide yang enggak disalurkan itu lantas terbuang sia-sia. Coba kalau dituliskan, setidaknya ide atau pikiran kita bisa dibaca orang lain dan enggak jadi sia-sia. Untuk itu, segala 'sampah' tersebut harus dibuang di wadah yang tepat, dan I mean itu adalah blog.
  
Dan karena urusan sampah inilah, si Galuh jadi galau dan bingung.

Karena menurutku menulis itu sangat penting, makanya ada satu hal yang aku heran banget dari dulu-dulu. Aku kenal banyak orang cerdas, kreatif dan pintar yang ide mereka itu brilian semua, lebih berharga dari sepatu Loubottin lah.

Cumaaaannnn.. yang jadi masalah, ide atau pikiran itu kebanyakan jadi sampah aja. Lha iya, pendapat cuma disampaikan lewat lisan, mana ada yang tahu kecuali yang denger? Apalagi buat dosen-dosenku. Aku kagum dengan pemikiran beliau yang sungguh sesuatu itu, tapi sayangnya, pemikiran itu cuma mampet di lisan aja. Akhirnya, enggak ada yang tau. Dan ujung-ujungnya, sia-sia.

Binggoo.. Si Galuh sekarang jadi bijak.

Because of that, aku menganggap menyampaikan ide lewat tulisan itu sangat berharga. Kan ada tuh pepatah berbunyi; lisan itu sementara, tulisan itu abadi. Jadi, walaupun aku nulisnya ceng ceremen kayak gini, semoga yang baca tergerak hatinya buat ikutan nulis.

The last, aku pengen nostalgia dikit. Banyak perubahan sejarah yang berawal dari tulisan. Seperti Kartini yang nulis surat buat sahabatnya sehingga jadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang", terus karakter Harry Potter yang dibayangkan aja dulu enggak pernah tapi sekarang jadi mendunia berkat novelnya yang ditulis J.K. Rowling, terus ada kejadian-kejadian besar yang bermula dari tulisan.

Jadi, bagi yang belum nulis, mulailah menulis. Siapa tahu dari tulisan kita, yang asalnya galau diputusin pacar, jadi ketawa. Siapa tahu dari tulisan kita, ada manfaatnya buat yang baca. Siapa tahu dari tulisan kita yang cuma curhat-curhatan biasa, ternyata yang baca punya masalah yang sama dan berkat tulisan kita, menemukan solusinya. Siapa tahu dari tulisan kita tentang ide-ide aneh yang nyentrik, yang kita pikir enggak mungkin tercapai, ternyata ada yang baca dan bisa mewujudkannya.

Begitulah pesan singkat dari si Galuh malam ini.
Tetap menulis, ya ceman-ceman.


Dan ingat, menulis itu pekerjaan hati lo, ya.

Biarkan tangan kamu menuntunnya. *puitis


Oke.. oke..
 "Top markotop, jos gandos, kotos-kotos".


Bye.. bye..
Read More..

Monday, March 11, 2013

My Gadget Journey: Dari Black 'n White Screen sampai Touchscreen

Dung..dung..dung.. Sekarang si Galuh lagi nonton IMB, nih.
Lumayan sedih sih karena si Ardhy Dwiki duduk di kursi tantangan.
Tapi, asoy lah. Mending si Galuh cerita aja.

Yeye..yeye.. Mau cerita apa nih, Galuh?

Mau tau aja atau mau tau banget?? *genit

*langsung pingsan

Sejak kapan kamu punya handphone?? Pertanyaan klasik tapi aktual. Kalau aku ditanya pertanyaan model gini, seketika ingatanku terlempar ke masa SD dulu. *puitis Zaman masih polos, baju atas putih, pake rok hijau (karena madrasah), terus kerudungnya peyot-peyot. Yaakk, aku kenal henpun pertama kali kelas 5 SD. Ceritanya, anak gaul getoohh kalo punya henpun. Yang paling kuingat, anak-anak cowok pada ribut dan lapor guru kalo ada anak cewek yang bawa henpun. Halah.. sirik aja, ya. 

Jangan bayangin henpun zaman dulu kayak sekarang. Zaman dulu, henpun tuh masih segede kardus sepatu plus antena panjangnya. Haha.. :D Nah, henpun pertama aku tidak pake antena. Ini nih penampakannya:
Henpon jadul, tahan banting; Nokia 3310 / www.comparepricestore.co.uk  
Nah, ini dia henpon pertama aku. Enggak bisa disebut punyaku juga, sih. Lebih tepatnya punya Big Boss (baca: mama). Waktu itu, mama beli karena job ceramah semakin banyak. Enggak mungkin cuma mengandalkan telepon rumah aja. Tebak harganya berapa? 2 ratus ribu? 3 ratus ribu? Alah, kemahalan, paling cuma 50 ribu. Dongdong.. salah besar. Henpon jadul ini tahun 2004-an, harganya 2 juta rupiah!! Kalo zaman sekarang, duit segitu dapat smartphone yang O.S.nya Gingerbread. *zaman telah berubah  

Walaupun punya mama, henpon ini sering kubawa ke sekolah. Biasa, anak kecil. Suka alay, gitu! --" Lewat henpon jadul inilah, aku belajar SMS-an, ngetik pake keypad, dan juga main game. Game yang paling aku suka adalah Snake II, game ular-ularan di mana ular diarahkan ngejar makanannya dan semakin banyak dia makan, ularnya semakin panjang. Skornya sampai 2000-an tuh. *nostalgia 

Nokia 3310 ini juga tahan banting pake banget. Berapa kali jatuh, tetep aja enggak rusak. Beda banget dengan smartphone zaman sekarang. Terus, daya tahan baterainya juga lama. Hampir 3 hari tahan enggak di-charge. Huehee.. >,< Sekarang, henpon ini tidak diketahui keberadaannya. Kata kakakku, udah dikasihin ke ka Desi di Malaysia. Yeaah, whatever lah. 

Wah, ternyata si Galuh pernah jadul juga, ya.
Terus, henponnya ganti yang kayak gimana lagi, tuh?

Setelah Nokia 3310, aku ganti henpon lagi. Yaya, ini juga bukan mutlak henponku. Lebih tepatnya punya Nisa, kakakku, yang kala itu masuk SMA dan punya henpon sendiri dianggap penting. Jengjengjeng... ini dia henponnya:

Nokia 3315 / www.setiawanberbagi.blogspot.com
Aku ingat banget iklan Nokia 3315 nih dulu. Ceritanya, ada orang-orang yang lagi nge-dugem. Terus, hapenya bisa nyala-nyala gitu keypadnya. Asooyy. Keren banget, dah pokoknya. Herannya, nih henpon kayaknya enggak betah banget di Nisa. Baru dua bulan sudah rusak. Akhirnya, dihibahkan ke mama (Awet banget pas di Mama. Kagak pernah rusak sama sekali). Nisa dibelikan henpon baru.

Eniwey, ini henpon banyak banget jasanya buat aku. Lewat henpon ini, aku belajar pacaran. Hahaha.. *lalu ketawa setan Parah banget, sumpah! SMS-an yang enggak penting, telpon-telponan yang kagak penting, dan lain hal yang tidak penting.

Sebenarnya, henpon ini kubawa ke Surabaya. Tapi, sudah kuhibahkan ke temanku. Setelah bertahun-tahun dipake, henpon ini sehat wal afiyat. Kelemahannya cuman satu; baterai. Setelah sekian tahun, baterainya paling tahan satu jam. Maklum, henpon keluaran lawas, jadi nyari baterai penggantinya sulit banget.

Nih si Galuh, henponnya jadul mulu. Yang keren dikit mana?


Sabar.. sabar.. Nih, si Galuh mau cerita.
Setelah dua henpon di atas, sebenarnya masih ada lagi henpon jadul yang terlewat. Merknya SIEMENS. Tahu enggak, tuh? Yah, pokoknya yang begitu-begitulah. Tapi, aku sudah lupa tipenya. Makanya, enggak kucantumin.

Baru tahun 2009, aku bisa punya henpon sendiri. Ceritanya, waktu itu aku disuruh berangkat haji dadakan sama Paman dan Uwa-ku di Jakarta yang kebetulan anggota MUI. Padahal, mama + abah + Nisa sudah berangkat ke Mekkah duluan. Nah, otomatis aku perlu henpon, kan, buat kontak-kontak mereka. Akhirnya, ditemani Ifit (sahabat karib dari TK), aku mau juga beli henpon. Sempet bingung juga, sih. Dan akhirnya, aku beli henpon ini:

Nokia e-63 / www.smartphones.productwiki.com
Ini henpon berwarna pertama yang aku miliki. Henpon sebelumnya kan masih monochrome, alias hitam putih. Ringtone-nya juga pake lagu, enggak pake nada polyphonic lagi. Kalo enggak salah, henpon ini harganya 2 juta 7 ratus kurang lebih. I totally forgot. Oh, ya, aku beli henpon ini, pake duit sendiri. Hadiah MQK yang kutabung di bank dekat rumah, akhirnya terpaksa kubongkar juga.

Akhirnya, hape si Galuh keren juga.

Tapi, malang tak dapat ditolak, Untung saudaranya Paman Gober. Henpon ini akhirnya hilang juga sekitar bulan Juli 2011. Hilangnya juga keren banget; di Malaysia waktu aku lagi backpacker ke sana. Beberapa jam sebelum aku berangkat ke bandara, aku beres-beres dulu. Dan henponnya kutaruh di dekat jendela dan kutinggal mandi. Selang 10 menit, eh, henponnya udah ilang aja. Emang jodohnya cuma sampe segitu. Hiksss...

Aduh, kasian sekali si Galuh.
Terus, beli henpon lagi, enggak?? 

Karena aku pulangnya mampir Jakarta dulu, aku ditemanin sepupuku beli henpon baru di Roxy Mall (FYI, sepupuku udah meninggal sekarang. Baca aja di sini. R.I.P. sepupu baik) Seharian nih aku browsingnya. Dan  setelah yakin, habis Zuhur kami baru berangkat. And the last, aku beli henpon ini:

Samsung Galaxy Ace / www.gsmarena.com
Eng..ing..eng.. ini dia gadget yang bener-bener smartphone. Agustus 2011, akhirnya punya juga henpon Android. Harganya 2.450.000. Mahal, ya? (padahal, lebih mahal henpon jadul) Jangan kira ini minta ke orangtua, duit beasiswa sendiri kubobol ditambah tabunganku. 

Pertama kali kubeli, O.S-nya masih pake Android Froyo. Tapi, karena kak Nada -kakak sepupuku di Jakarta- anak IT, dia berbaik hati nge-upgrade henpon ini ke Gingerbread. Bener-bener, dah. Dua sepupuku ini memang baik hati.

Si Galuh jadi sedih kalo cerita tentang sepupu Kamal :(

Jika di henpon terdahulu, aku cuma belajar SMS-an, ringtone yang pake lagu, tapi dengan Galaxy Ace ini aku belajar lebih pinter. Gimana Steve Jobs menciptakan teknologi keren lewat Macintosh yang diaplikasikan di Apple, terus jadi inspirasi buat pencetus Android. Di henpon pintar ini, aku belajar terima e-mail langsung dari henpon, lebih kenal dengan socmed a.k.a Facebook dan Twitter, terus lebih sering foto-foto karena kameranya bagus; 5 MP. *bujang narsis  Dan Ace juga sangat bermanfaat, kalo aku perlu modem dadakan. Karena ternyata, dia bisa dijadikan hotspot tether.  What a surprising technology!

Pengen coba gadget dengan O.S. lain, akhirnya aku beli henpon yang ngetren banget, bahkan sampai sekarang sudah sampai Z10. Apakah itu? Yeahh.. you have to know it before: 

BlackBerry Curve 8520 / www.cariinfo.nesya.blogspot.com
Aku beli ini karena pengen buka online shop. Kan gampang tuh, kalo kita punya BB, terus bisa upload foto jualan kita di grup BBM (BlackBerry Messenger). Cerita lengkap baca di sini, ya. FYI, aku beli BB sekitar November 2011.

Dan tahukah kalian, apa yang terjadi dengan henpon si Galuh?

Setelah percobaan pencurian yang gagal dengan BlackBerry (baca di sini), selang sebulan kemudian, Ace-ku yang hilang!! Kuulangi lagi; Hilang!!! *lari ke shower 

September 2012, hari Senin, tapi aku lupa tanggal berapa, aku ada UTS ma-kul apalah, aku juga lupa. *terus, apa ingatnya --" Aku enggak bawa henpon ke kelas, karena kupikir, kuliahnya cuma sebentar kan. Dan jam 9, aku balik ke asrama, pintu kamarku sudah terbuka, dan Ace-ku l-e-n-y-a-p.  Walaupun satu asarama sudah dikasih air do'a-do'a gitu biar malingnya ngaku, tetep aja, sampai sekarang I don't know where my Ace is . Pada akhirnya, aku cuma bisa berdo'a, semoga malingnya cepat insaf dan syukur-syukur, kalo henponku dibalikin lagi. Amiiinnn *koor suara malaikat Aku akhirnya sadar suatu hal; aku emang bakat ngilangin henpon mahal. Why? Lho, itu buktinya. Henpon jadul kok enggak pernah ilang?? *aseemmm  

Wuaaahhh.. waktu itu, si Galuh sebel sekali. 
Pengen nonjok pintu terus teriak kenceng-kenceng.

Jujur, aku enggak bisa terpisah dengan Ace, henpon yang bener-bener pintar. Akhirnya, dengan terpaksa, BlackBerry kujual lagi. Laku 8 ratus ribu kalo enggak salah. *miris, beda sekali dengan harga asal  Dan, kemudian aku beli Galaxy Ace lagi, tapi yang second. Harganya 1 juta 5 ratus. 

FYI, dari dulu, aku selalu beli gadget dengan uangku sendiri.
Orangtuaku enggak pernah tau kalo aku ganti henpon ini atau itu.
Bukan apa-apa. Kalo ketahuan hilang, pasti aku yang disemprot.

Sampai akhirnya, Novmber 2012 aku dapat e-mail kalo aku terpilih sebagai XL Future Leaders. Apaan tuh? Baca di sini, aja, ya!! *langsung sujud syukur Dengan baik hati sekali, XL meminjamkanku seperangkat alat tempur meliputi modem, laptop, smartphone dan pulsa. Akhirnya, si Ace bekas setelah satu bulan kubeli, kubalikkin lagi ke toko asalnya. Beydewei, ini henponku sekarang:

HTC Sensation XE / www.gadgedsinfo.com
Walaupun spesifikasi HTC ini lebih canggih kemana-mana dari si Ace, aku tetap merindukan Ace; kekasih yang dulu hilang, kapankah kau pulang? Layarnya lebih gede, suaranya lebih kenceng, kameranya 8 MP, dan kapasitas nyimpan datanya lebih besar.

Secanggih apapun henpon sekarang, tapi semuanya pada jual mahal. Apanya? Enggak bisa lihat TV --" Ohh, menyedihkan sekali. Jadi, sekalian buat nyimpan dua nomor XL dan pengen nonton TV, aku beli henpon ini:
Cross C1 / www.handphone.tokobagus.com
Sekian ceritaku tentang gadget yang pernah singgah dan mampir dalam hidupku. *lebay kali bahasanya Sampai sekarang, sebenarnya aku pengen banget punya tablet. Tapi, yah, mengingat pengalamanku yang selalu menghilangkan barang mahal, kayaknya aku nunggu tablet sebagai hadiah, aja. Kali aja ada dermawan yang baik hati dan membaca postinganku ini. *muhun Ipad Mini, ya :)

iPad mini is kawaii / www.gizmodo.com

Wah, sudah midnight ternyata. Si Galuh udah ngantuk, nih. 

Bye.. bye.. Have a nice dream, Galuh.

Selamat datang, Kasur!
Read More..

Thursday, March 7, 2013

Hari Ini, Kampusku Mencekam Sekali

Yak pemirsa, kali ini postingan si Galuh agak 'sedikit' berat.
Mengernyitkan kening adalah suatu kewajaran, asal jangan sampai kentut. *salahfokus

Hari ini di kampusku, (ada yang nggak tahu? IAIN Sunan Ampel Surabaya, itulah kampus tercintaku ), ada demonstrasi lagi. Sebenarnya, sih, biasa aja demo tuh. Sejak aku masuk kuliah, udah berapa kali yang namanya demo. Mulai dari menuntut tanggal KKN yang enggak jelas, terus nuntut pembongkaran gedung fakultas yang menghambat perkuliahan, terus apa lagi, ya. Pokoknya saking banyaknya sampai lupa.  Tapi, kali ini, demontrasi sungguh cetarr membahana bagai halilintar menggelegar ulala. Jika ada tanggal yang harus kuingat, maka 06 Maret 2013 patut dicatat.
Tarik nafas dalam-dalam. Lalu hembuskan. 
Sekarang si Galuh akan mulai cerita. 

Jadi, sudah 3 hari, sebagian mahasiswa Syariah melakukan aksi dari tanggal 4 Maret kemarin, atau hari pertama masuk kuliah. Aksi hari pertama dan kedua masih biasa aja; orasi depan rektorat sambil bunyiin klakson motor kenceng-kenceng. Nah, baru hari ini, demonstrasi menjadi dramatis sekali.

Back to the story, aku kuliah dari jam 9 sampai jam 10 lewat. Terus, karena lapar, aku makan di Maqha, bareng AA, Nida, Devi dan Rahman. Namanya aja Maqha samping Rektorat, ya, otomatis yang demo pada kedengaran. Tiba-tiba, massa pada keluar tuh dari Rektorat, kellihatannya nyeret seseorang. Wes, rame, kan. Kami berlima yang makan masih santai. Terus, suasana reda lagi. Eh, ujug-ujug langsung rame lagi. Katanya, kaca depan rektorat dipecah. Gilak! Padahal kacanya itu lumayan tebel, lho. Jangan bayangin kayak kaca cermin 5 ribuan. *abaikan --"

Karena aku tipe orang yang penasarannya akut sekali, ikut-ikutan deh sendirian ke depan Rektorat lihat kejadian sebenarnya. Dan, ternyata Rektorat sudah amburadul sekali. Kaca samping kanan pecah, pot-pot bunga berantakan, dan yang demo sudah masuk ke dalam.

Kayak gini nih penampakannya:



Kan teriak-teriak tuh massanya di dalam Rektorat (lihat, enggak?), yang kemudian mereka melakukan aksi bakar jaket almamater. Hmmm.. mungkin simbolisasi kekecewaan yang sangat mendalam.

Di sana, aku sempat ketemu Hajar, temenku anak Ekonomi Syariah. Dia jelasin dikit tentang kenapa sampai pecah-pecah gitu. Sebenarnya pak A'la, rektor kami, sudah turun dan bicara sama demonstran. Ini link beritanya: Demo di IAIN Sunan Ampel. Tapi, mungkin jawaban beliau kurang memuaskan, jadinya ya seperti yang di gambar.

Yah, pokoknya begitulah. Karena aku dan AA mau pergi ke Grand City, ada pameran gadget dan komputer, jadinya enggak tahu lagi kelanjutannya. Dan pulang-pulang, sekitar jam 3, kampus udah rame dengan mobil polisi dan wartawan. Lihat aja gambarnya:

Ne sampai ke belakang dan ke luar kampus, mobilnya antre.
Dan, gedung Rektorat sudah dikasih police line. Sayang, aku enggak sempat foto-foto.
Wah, si Galuh sampai keringetan.
Eh, eh, tapi penyebabnya mereka demo, apaan ya??

Seperti kata peribahasa; tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Bagi orang-orang yang tidak akrab dengan demonstran, mungkin akan mencap mereka anarkis atau berlebihan atau 'ihh, bikin rame aja' atau 'dasar, kayak preman!' atau lain-lain hal.

Tapi, karena aku lumayan kenal dengan 'mereka', jadi aku enggak mau bilang 'itu salah, ini yang benar' atau sebaliknya. Kan anak Hukum, harus berpikir secara hukum, kan? *lalu ketawa setan

Yang jadi Koordinator Aksi adalah ka Marlaf Sucipto, dan diikuti kakak-kakak angkatan 2009. Kujelasin dulu, ya. Ka Marlaf adalah Gubernur Senat Mahasiswa Fak. Syariah, dan aku adalah salah satu bagian dari senat (di bagian Intelektual), jadi lumayan tahu dengan kinerja pak Gub. 

Jujur, ka Marlaf adalah the best governor that I have ever seen selama aku kuliah di IAIN. Dia orangnya cekatan dan kalau orasi di depan, struktur bahasanya bagus sekali. Aku ingat, waktu OSCAAR, ka Marlaf ketuanya. Kereeennn banget orasinya. Kalo aku ditanya, siapa yang bisa membangkitkan semangatku lewat orasi, maka ka Marlaf adalah salah satu nama.

Ka Marlaf juga memperhatikan kegiatan apa yang harus diberikan kepada mahasiswa. Seperti Dies Natalis Fak. Syariah kemarin. Hmmm,,, dulu-dulu enggak ada tuh kegiatan serame itu. Padahal aku tahu, budget SEMA tidak terlalu besar. 

Ada juga yang bilang, "Alah, demonstran pasti kurang ngaji'nya." Jangan salah! Justru Ka Marlaf tiap hari Jumat di akhir bulan selalu SMS ngajak Yasinan di kantor SEMA. Dia juga rajin nyapu kantor terus dipel sampai bersih. Kalau dulu, enggak pernah kantor SEMA dibersihin seperti ka Marlaf yang rajin ngepel.

Oh, ya, dan satu hal lagi yang paling kuingat, ka Marlaf tidak merokok. It's great! Soalnya, jarang sekali aktivis di kampus ntuh yang enggak ngerokok. Dan dengan ka Marlaf tidak merokok, padahal lingkungannya perokok semua, ini adalah sebuah attitude yang -yah- menurutku keren.

Sekian pandanganku tentang ka Marlaf, gubernur yang kebetulan jadi koordinator aksi demo. Mungkin, berbeda ya dengan pandangan orang. Tapi, ini jujur dari hati aku yang paling dalam. *mulai


Stay tune! Karena si Galuh belum selesai cerita.

Penyebab kenapa ka Marlaf berani demo adalah tulisannya di sini dan juga di sini.  Ada banyak issu, tapi yang paling diangkat adalah kebijakan penarikan uang 200 ribu rupiah/mahasiswa per semester untuk praktikum jurusan dan 20 ribu rupiah/mahasiswa per semester untuk PUSPEMA.

Nah, kalau dipikir-pikir, untuk angkatan jurusanku aja, hanya pernah sekali praktikum. Entah semester III atau IV, aku sudah lupa. Selanjutnya, sampai aku semeter VI sekarang, enggak ada tuh praktikum-praktikuman lagi. Padahal, dari tulisan ka Marlaf (aku belum sempat ngroscek data-datanya), harusnya praktikum dari semester III-VII.

Aneh, kan? Aku juga pasti nanya; kemana uangnya? Yah, mungkin karena aku enggak bayar biaya kuliah secara mandiri, semuanya dibayarkan pihak ketiga. Jadi, mungkin tak terlalu peduli. Tapi, bagaimana dengan yang lain?

Juga PUSPEMA. Kemarin-kemarin sih sempat ada pemilihannya sebelum Ramadhan. Tapi, itu juga dadakan. Dan jujur aja, aku enggak terlalu ngerti masalah ini. Yang jelas, aku belum merasa diberi manfaat oleh PUSPEMA, walaupun katanya lembaga ini menaungi semua jurusan dan angkatan.

Wah, jadi bingung ya, Galuh.
Berarti si Galuh setuju ya, kalo ada demo kemarin?

Aku enggak bisa bilang pro atau kontra. Yang jelas, hal-hal yang ditanyakan demonstran juga kutanyakan. Bingung, kan? Namanya juga manusia sudah diberikan Allah akal untuk berpikir jadi harus kita gunakan.

Mungkin, kalo Rektorat sampai pecah-pecah, orang bakal bilang anarkis. Tapi, kok, aku nganggap gini, ya? Setelah sekian kali audiensi, kok yang dikatakan, belum dijalankan. Kita-kita kan mahasiswa ntuh, yang emosinya gampang naik kalo enggak serta merta diturunkan.

Jadi, aku cuma bisa bilang, mereka mencintai IAIN dengan cara yang 'berbeda'. Coba kalo enggak demo, mungkin kita-kita yang cuma adem ayem enggak bakal terpikir ada banyak dana yang kalo dipikirkan pasti bikin njelimet.

Cumannnnnn... kalo sampai Rektorat berantakan, aku juga kasihan. Berapa duit tuh nambal kacanya? Belum lagi numbuhin kembang-kembang yang udah hancur. Yeah. Itulah akibat dari sebuah sebab. >.<

Ceritanya Galuh panjang bener, ya. Sampai muncrat, nih!

Aku cuma orang awam, mahasiswa biasa yang kuliah ndengerin dosen dan manggut-manggut ketika baca catatan ka Marlaf. Aku belum seberani mereka sampai turun aksi. Yah, aku masih suka hidup di 'jalan aman', tapi bukan 'zona nyaman', lho ya.

Yang pasti, aku cuma bisa berharap setelah demo heboh ini, ada perubahannya. Semoga ntar ada praktikum, biar yang kita bayar, kelihatan kalo dipergunakan semestinya. Terus, semoga buku di perpus nambah. Biar kalo aku ikut lomba karya ilmiah, enggak susah-susah nyari di gugel lagi.

Aku memang masih imut dan lugu (?) tapi yang aku tahu, kalo kita dikasih amanah, jalankan sebaik-baiknya. Kayak di organisasi kampus, kan ada LPJ-nya, tuh. Intinya apa? Yah, biar kita enggak lost control, masih ingat kalau amanah itu hanya titipan.

Aduh, si Galuh udah pusing. Udahan aja ah nulisnya. 

Pesan moral yang dapat diambil kali ini adalah: don't judge book by its cover. Atau lihat dan pikir dulu sebelum ngomong dan hindari ke-sotoy-an.

Untuk menutup curcol kali ini, ada puisi Gus Mus yang kayaknya pas dengan situasi:

"Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana”

Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir


Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain

Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis

Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku

Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana

Read More..